Exploring the True Hamburger

Hukum Menikahi Perempuan yang Ditinggal Pergi Suaminya: Dua Pendapat Ulama dalam Fiqih Islam

 

 

Status Mafqûd dan Keharusan Menunggu Kepastian

 

Dalam fiqih Islam, suami yang pergi tanpa kabar dalam waktu lama dikenal sebagai mafqûd. Kondisi ini bisa terjadi karena merantau, menjadi korban bencana, atau hilang tanpa jejak. Dalam kasus seperti ini, perempuan yang ditinggalkan tidak serta-merta boleh menikah lagi. Pendapat pertama menyatakan bahwa ia harus menunggu hingga ada kepastian hukum bahwa suaminya telah meninggal, menceraikannya, atau keluar dari Islam. Setelah itu, ia wajib menjalani masa iddah sebelum menikah lagi.

 

 

Pendapat Kedua: Menunggu Empat Tahun dan Iddah

 

Pendapat lain menyebut bahwa perempuan boleh menikah lagi setelah menunggu empat tahun qamariyyah, lalu menjalani iddah selama 4 bulan 10 hari. Pandangan ini merujuk pada keputusan Khalifah Umar bin Khattab, yang menetapkan empat tahun sebagai batas maksimal masa kehamilan. Perhitungan waktu dimulai sejak hakim menetapkan status suami sebagai wafat atau hilang secara hukum.

 

 

Prinsip Kehati-hatian dan Perlindungan Hukum

 

Kedua pendapat menekankan prinsip kehati-hatian dalam menjaga keabsahan pernikahan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan. Karena hukum asalnya adalah suami masih hidup dan pernikahan tetap sah, maka tidak boleh dianggap batal kecuali dengan bukti yang meyakinkan. Oleh karena itu, proses hukum dan fatwa ulama menjadi penting dalam menentukan langkah selanjutnya bagi perempuan yang berada dalam situasi ini.